Sejarah Sunan Prapen
Updated: Aug 27, 2021
Raden Fatichal atau Sunan Prapen merupakan putra dari Syaikh Maulana Zainal Abidin atau Sunan Dalem sekaligus juga cucu dari Syekh Maulana Ainul Yaqin yang dikenal sebagai Sunan Giri (untuk silsilah lebih lengkapnya ada di halaman berikutnya). Sunan Prapen lahir pada tahun 1432 saka atau 1510 masehi, sebagian orang mengatakan bahwa beliau lahir di Giri Kedaton. Lebih tepatnya terletak di Dalem Wetan atau timur Istana Giri Kedaton.
Masa muda Sunan Prapen lebih banyak dilalui di Lombok. Sebelum menjadi Raja, ia berada di Lombok karena Sunan Dalem yaitu ayah dari Sunan Prapen memiliki misi menyebarkan agama islam di Wilayah Indonesia bagian Timur. Menurut De Graff Sunan Parapen ini seharusnya telah menimbulkan banyak peristiwa, tidak hanya di Jawa, tetapi juga sampai jauh di pulau-pulau Nusantara. Di Lombok ia dikatakan oleh kaum Sasak telah mengislamkan rakyat di sana. Mungkin Sunan Parapen ini juga ada hubungannya dengan usaha orang orang Jawa yang menyebarkan Islam di Bali, seperti tersebut dalam Kidung Pamancangah.
Dalam kisah-kisah di Lombok, Giri mempunyai kedudukan penting. Pangeran Prapen, anak Susuhunan Ratu di Giri, disebut dengan nama jelas. Dengan armadanya ia singgah lebih dulu di Pulau Sulat dan Sungian. la telah memaksa raja "kafir" di Teluk Lombok mengakui kekuasaan Islam. Kemudian ia telah memasuki Tanah Sasak di barat daya. Kemudian ia berlayar ke Sumbawa dan Bima. Dalam ekspedisi yang kedua, orang-orang Jawa Islam menduduki kota Kerajaan Lombok, Selaparang. Rencana mereka merebut Bali Selatan dari sebelah timur, demi penyebaran kebudayaan dan ekonomi Jawa dan untuk agama Islam, rupanya terpaksa dibatalkan karena mendapat perlawanan berat dari Dewa Agung, raja Gelgel.
Membahas terkait sejarah Sunan Prapen tentunya tidak terlepas dari Sejarah Sunan Giri. Dimana Sunan Prapen merupakan penerus kerajaan Giri Kedaton yang dibangun oleh Sunan Giri. Setelah Sunan Giri meninggal tahun 1428 saka atau 1506 masehi, kerajaan Giri Kedaton dilanjutkan oleh Sunan Dalem kemudian beliau wafat pada tahun 1458 saka atau 1536 masehi. Kemudian digantikan oleh Sunan Sedo Margi sebagai raja ketiga, dalam buku De Graff konon raja Giri ketiga ini menjabat selama dua tahun kemudian meninggal. Sunan ketiga dari Giri ini sesudah meninggal diberi nama anumerta Sunan Seda-ing-Margi, yang artinya sunan yang menemui ajal dalam perjalanan. Sunan Sedo Margi ini merupakan saudara dari Sunan Prapen, yang kemudian setelah meninggalnya Sunan Sedo Margi Sunan Prapen pulang dari Lombok dan menjadi raja Giri Kedaton keempat.
Beliau Sunan Prapen merupakan raja yang ke 4 dari dinasti Giri kedaton, Pada umur 46 tahun beliau menjadi raja Giri yang ke-4 pada tahun 1556 masehi. Masa kepemimpinan Sunan Prapen merupakan zaman keemasan Giri Kedaton. Julukan tersebut dikarenakan memang pada masa itu adalah Puncak dari Giri Kedaton yaitu meliputi bidang rohani dan juga bidang kekuasaan yang cukup melejit. Selama pemerintahannya yang panjang sekali ia banyak berjasa membentuk dan memperluas kekuasaan "kerajaan Imam" Islam, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah maupun di sepanjang pantai pulau-pulau Nusantara Timur. Sunan Prapen juga salah seorang ahli Abdi di Kerajaan Demak. Giri Kedaton sendiri tidak membesarkan kerajaannya namun lebih membesarkan kerajaan iman islam, yang artinya lebih menyebarluaskan kaidah islam daripada hanya membesarkan sebuah bangunan kerajaan. Paruh kedua abad ke-16 merupakan masa kemakmuran Giri/Gresik sebagai pusat peradaban Pesisir Islam dan pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi dan politik di Indonesia Timur. Juga dikisahkan pada tahun 1565 penduduk Semenanjung Ambon Hitu mengadakan perjanjian dengan raja Giri atau Bukit terhadap ancaman orang Portugis. Guna membantu orang Hitu Sunan Prapen mengirimkan bala bantuan Jawa.
Sunan Prapen memiliki gelar Paus Islam karena sering jadi rujukan para raja-raja. Sunan Prapen memegang kekuasaan penuh untuk melantik raja-raja di pesisir Utara Jawa, salah satunya yaitu Sultan Pajang. Nama asalnya beliau adalah Joko Tingkir, namun ketika beliau dilantik menjadi Raja Pajang menggantikan kerajaan Demak maka julukan beliau berubah menjadi Sultan Adi Wijaya. Sunan Prapen juga yang mengangkat Mbah Lamong menjadi raja, yang nama asalnya ronggo Hadi mendapat julukan Tumengung Surojoyo.
Terdapat cerita Jawa Tengah tentang tahun 1581, ketika raja Pajang dilantik sebagai raja Islam utama dan sebagai sultan, dapat dipercaya. Upacara ini kiranya dilakukan di keraton Sunan Prapen dari Giri. Boleh dianggap upacara ini merupakan suatu kemenangan bagi Sunan Prapen sebasai negarawan. Pajang Dalam Babad Tanah Djawi, hal 70-72 digambarkan sebagai berikut;
Sultan Pajang bersama seluruh tentaranya menuju Giri untuk memohon restu Sunan Parapen bagi tindakan-tindakannya sebagai sultan. Ketika itu semua bupati dari timur hadir, yakni dari Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem, Tuban dan Pati, bahkan Ki Ageng Mataram (Pamanahan) juga turut serta. Pada tahun 1503 saka/1581 masehi Jaka Tingkir diumumkan sebagai Sultan Adiwijaya dari Pajang, melalui restu Sunan Prapen. Setelah itu mereka makan bersama, dan Sunan Prapen memberi khotbah. Adapun pada saat itu Sunan Prapen dikatakan mengucapkan ramalan: “Keturunan Ki Gede Mataram kelak akan memerintah seluruh rakyat Jawa Bahkan Giri pun akan patuh pada Mataram”. Pamanahan menyatakan terima kasih dan menawarkan kerisnya, tetapi tidak diteriama oleh Sunan Prapen, namun Sunan Prapen memerintahkan agar menggali sebuah danau, dan perintahnya itu dipatuhi kemudian danau atau telaga itu diberi nama Patut.
Dalam teks ‘Naskah Riwayat Hari Jadi Lamongan’ juga dijelaskan bahwa Sunan Prapen lah yang nengangkat mbah Lamong menjadi raja. Dengan pertimbangan yang matang,maka dalam tahun 1569 Masehi Sunan Giri IV ( Sunan Prapen ) mengumumkan wilayah Keranggan Lamongan ditingkatkan menjadi Kadipaten. Dalam 1569 Masehi itu juga, jatuh pada hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei atau bertepatan dengan tanggal 10 Zulhijah tahun 976 Hijriyah, dengan bertepatan di Kasunan Giri, Ranga Hadi diwisuda menjadi Adipati Lamongan yang pertama dengan diberi gelar Tumenggung Surajaya.
Sunan Prapen merupakan sosok raja Islam yang komplet. Ia adalah seorang raja, pendakwah dan penyebar ajaran Islam serta seorang pujangga besar di masanya beliau juga adalah empu (yang membuat keris). Sunan Prapen adalah seorang pujangga besar penggubah kitab ASRAR yang kemudian digunakan sebagai dasar menyusun Jongko Joyoboyo. Beliau juga seorang empu (pembuat keris) yang salah satu karyanya terkenal dengan nama keris Suro Angun-angun. Pada masa Sunan Prapen inilah Giri mengalami masa kejayaan.
Selain memiliki gelar Paus Islam Sunan Prapen juga memiliki gelar Raja Bukit, julukan Raja bukit tersebut berasal dari julukan raja-raja Ternate karena Sunan Prapen mendiami tempat di bukit. (Wiselius, "Historiseh") menceritakan bahwa pada waktu masih hidup Sunan Prapen memakai nama "Sunan Mas Ratu Pratikal". Menjelang akhir hidupnya yang panjang itu, Sunan Prapen menyatakan keinginan menghormati kakeknya, Prabu Satmata (Sunan Giri), pendiri dinasti pemimpin-pemimpin rohani di Giri. Menurut cerita setempat, ia telah memberi perintah untuk membuat cungkup di atas makam kakeknya, konon antara tahun 1590 M dan 1598 M.
Pada tahun 1527 saka, sunan prapen wafat tepat pada bulan syawal dan wasiat atau amanah untuk memimpin umat islam dan juga memimpin rakyatnya digantikan oleh putranya yang mempunyai gelar panembahan kawisguwo. usia sunan prapen adalah 95 tahun. Beliau wafat di daerah Prapen, arti dari Prapen sendiri yaitu sebuah “Perapian”. Makam sunan prapen berada di desa Klangonan, kecamatan Kebomas, kabupaten Gresik sekitar 200 meter dari barat makam Sunan Giri. Kompleks makam sunan prapen dibatasi oleh pagar keliling dari batu bata dan terletak di perbukitan Giri.
Gelar Sunan merupakan gelar yang paling disegani di kepulauan Jawa. Gelar Sunan sendiri berakhir pada Sunan Prapen. Setelah Sunan Prapen berakhir, baru diganti dengan gelar Panembahan, dan setelahnya yaitu diganti dengan gelar Pangeran karena ada campur tangan politik kerajaan Mataram Islam untuk melemahkan kekuasaan Giri Kedaton.
Wallahu a'lam bish-shawab
Sumber:
Buku Sedjarah Kehidupan Sunan Giri yang disusun oleh Abu Fathoni H. Moh. Ali Erfan.
Buku Sejarah Perjuangan dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri oleh Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang
Buku Awal Kebangkitan Mataram oleh De Graf
Buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa oleh De Graf
Wawancara Bapak Rahim Masyhud
Wawancara bapak Muchsin Munhamir
Wawancara bapak Muhammad Hasanuddin
Wawancara bapak tahet
Wawancara bapak Muhammad Ma’arif
Comments